
Jika di tahun ajaran ini anda adalah seorang wali kelas akan terasa sekali bahwa mengelola orang tua siswa luar biasa menyita tenaga dan perhatian.
Ada istilah ‘anak mahal’, ‘anak yang ditunggu’ sampai ‘anak satu satunya’. Kesemuanya menggambarkan bagaimana beragamnya cara pandang orang tua terhadap anaknya. Sebaliknya cara pandang guru kepada siswanya seringnya ‘datar’ dikarenakan tidak ingin membeda bedakan antara siswa satu dan lainnya. Hal inilah yang membuat seringnya terjadi salah paham.
Kesalahan guru dalam mengelola orang tua siswa
- Menganggap orang tua siswa terlalu berlebihan menyikapi sesuatu yang terjadi pada anaknya.
- Menganggap komplain/aduan/keluhan adalah serangan terhadap pribadi. Orang tua siswa mungkin kenal saja tidak dengan kita sebelumnya. Maka untuk apa guru menjadi sensi? Sikap sensi akan berujung pada sikap defensif saat menjawab keluhan orang tua siswa (tidak mau disalahkan dan berkilah ini itu)
- Menganggap orang tua siswa sama seperti dirinya terkait dengan cara mendidik anak dan waktu yang dimiliki dalam satu hari.
- Tidak bersikap adil. Guru lebih condong pada orang tua siswa yang tukang mengkritik. Sementara mendiamkan orang tua yang adem dan pengertian.
- Melaksanakan event bagi orang tua hanya 3 kali dalam satu tahun ajaran (awal tahun ajaran, dan dua kali di akhir semester ganjil dan genap)
- Hanya berharap orang tua siswa mendukung sekolah namun tidak pernah mengajari dan membekali agar mereka menjadi suportif terhadap sekolah.
- Memposisikan orang tua siswa hanya sebagai ‘lumbung uang’. Direpotkan ini dan itu saat sekolah ada acara dan keperluan.
Lantas apa yang guru bisa lakukan dalam mengelola orang tua siswanya agar sukses satu tahun ajaran.
Lanjutkan membaca “Resep sukses mengelola orang tua siswa satu tahun ajaran.”