Ada hal yang menarik dalam sikap seorang guru ketika berhadapan dengan siswa yang tidak bisa mengerti atau lambat dalam pelajaran yang ia berikan dengan siswa yang bertingkah tidak baik saat ia sedang mengajar. Dalam situasi pertama ia akan segera mencari cara agar siswa bisa mengerti, sementara pada situasi kedua ia akan langsung menjatuhkan hukuman.
Hal diatas membuktikan bahwa ketika berhadapan dengan perilaku siswa yang tidak baik, tindakan yang guru lakukan adalah menghukum. Mengapa guru tidak melakukan seperti yang ia lakukan pada siswa yang tidak mengerti/mengetahui materi pembelajarannya?
Jawabannya ada beberapa macam yang bisa saya paparkan disini
1. Sekolah tidak punya perangkat peraturan pendisiplinan siswa. Hal yang terjadi adalah guru dibiarkan sendirian dalam menyelesaikan konflik perilaku di kelasnya masing-masing. Guru yang gagah, galak dan pemarah akan menyelesaikan dengan caranya sendiri, dan sebaliknya guru yang biasa saja dan malas berkonflik akan memilih untuk apatis dan tidak berbuat apa apa. Perangkat yang saya maksud adalah prosedur pendisiplinan, yang bisa dimulai dari peringatan, sampai siswa yang bersangkutan mesti berurusan dengan kepala sekolah. Prosedur mesti bisa diakses dan tertera dalam buku pegangan (handbook ) yang mesti dimiliki oleh guru, siswa dan orang tua.
2. Ukuran keberhasilan yang guru ketahui adalah nilai siswanya yang bagus. Kepala sekolah juga sibuk untuk urusan yang satu ini. Akhirnya perilaku siswa dilupakan atau jika kurang dberikan porsi yang semestinya. Porsi yang terbaik adalah sekolah membuat perangkat dan prosedur pendisiplinan siswa yang tiap dua tahun ditinjau ulang. Guru dikuatkan, dilatih dan dilindungi saat menerapkan prosedur sekolah ini. Selain kepala sekolah juga guru BK turut proaktif dalam penerapan ini. Orang tua siswa dikabarkan mengenai prosedur ini. Urusan perilaku mesti digotong bersama oleh seluruh pemangku kepentingan di sekolah. Stop menjadikan guru seorang yang bisa segalanya, ia mesti didukung oleh perangkat, pelatihan dan acara sosialisasi yang intinya memudahkan guru dalam penerapan aturan kedisiplinan.
Kedua hal diatas sangat mempengaruhi cara sekolah menangani persoalan kedisiplinan siswanya. Guru sebagai ujung tombak sangat memerlukan pendampingan dan perangkat prosedur yang bukannya membuat masalah baru namun sejatinya justru mempermudah dan membuat guru bisa fokus pada penyampaian materi pembelajaran di kelas