Saya Setuju dengan anda bahwa tidak ada anak yang nakal, namun mungkin latar belakang tertentu yang membuat mereka menjadi seperti itu.
saya adalah guru BK di salah satu MTs Swasta yang mana dalam Yayasan juga terdapat pondok pesantrennya, di sekolah putra dan putri dipisah kelas dan gedung, namun perilaku anak didik di sini sangat memprihatinkan, baik putra maupun putri. saya tau banyak faktor yang mempengaruhi perilaku mereka, namun ketika saya mencoba untuk membantu dan memperhatikan mereka mereka merasa enggan, dan mengatai saya yang tidak tidak padahal itu kan tugas saya sebagai guru BK. Namun ada juga yang menganggap saya seperti teman sendiri, dan akhirnya malah mereka jika berbicara tidak ada sopan santunnya layaknya dengan guru lain padahal saya memperlakukan mereka tidak jauh berbeda dengan guru lain. Dan lebih parahnya lagi tidak hanya perkataan mereka namun sikap dan perbuatan mereka juga seperti itu. Ketika saya nasehati saya dibilang cerewet dll. Ketika saya tidak berkomentar atau berkomentar seperlunyapun mereka masih marah-marah. Saya pernah memakai metode dari yang paling kalem sampai yang sedikit kasar tetap tidak ada perubahan. dari hukuman sampai memanggil wali murid, dan reward bagi yang berperilaku baik, namun tetap belum ada perubahan.
Menurut anda bagaimana solusi terbaiknya..?
Terimasih!!
Tulisan menarik dari salah satu pembaca blog ini dikolom komentar. Perasaan yang sama mungkin juga sedang anda alami sebagai guru. Perasaan dimana sepertinya guru sulit membina disiplin dan karakter siswa.
Tulisan ini akan memberikan gambaran bagaimana sebaiknya melakukan pengaturan perilaku siswa utamanya di usia belasan. Peneliti Johns Hopkins University Gary D. Gottfredson dan Denise C. Gottfredson pernah menganalisis data dari lebih dari 600 sekolah menengah di Amerika, mereka menemukan bahwa masalah yang dialami sekolah terkait dengan masalah disiplin disebabkan oleh:
- Aturan tidak jelas atau dianggap sebagai tidak adil dan tidak konsisten ditegakkan
- siswa tidak percaya pada aturan
- guru dan manajemen sekolah sering tidak tersosialisasikan dengan baik mengenai peraturan kedisplinan atau kebanyakan tidak setuju pada respons yang tepat mengatasi kesalahan siswa
- kerjasama guru dan manajemen sekolah kurang atau tidak aktif
- guru cenderung memiliki sikap menghukum; kesalahan diabaikan; dan sekolah yang jumlah muridnya besar atau kekurangan sumber daya yang memadai untuk mengajar (dikutip dalam Gottfredson 1989).
Bagaimana sekolah bisa menurunkan perilaku ketidak disiplinan siswa ?
- Pertama, aturan dan konsekuensi dari melanggar mereka harus jelas ditentukan dan dikomunikasikan kepada staf, siswa, dan orang tua dengan cara seperti newsletter, OSIS, dan buku pegangan. Meyers dan Pawlas (1989) merekomendasikan secara berkala meninjau ulang aturan, setiap dua tahun ajaran.
- Setelah aturan telah dikomunikasikan, penegakan adil dan konsisten membantu menjaga rasa hormat siswa terhadap sistem disiplin sekolah.
- Sekolah menyediakan proses sidang bagi siswa jika ada hal pelanggaran serius terhadap aturan sekolah untuk memberikan versi cerita dan membangun proses pencarian fakta juga akan meningkatkan persepsi siswa dan orang tua siswa akan keadilan terhadap proses penegakan disiplin.
Kebijakan disiplin harus membedakan antara kategori pelanggaran. pelanggaran kecil dapat diselesaikan secara fleksibel, tergantung pada keadaan, sementara konsekuensi karena pelanggaran serius mesti diatur oleh sekolah dengan sebaik baiknya. Tingkatan nya bahkan bisa berujung kepada pemecatan siswa atau melibatkan aparat hukum.
Dengan upaya bersama dan meyeluruh dari seluruh komponen sekolah dalam rangka penegakan aturan dan disiplin, diharapkan tidak ada lagi guru yang merasa lelah jiwa raga (burn out) dalam mengelola perilaku siswa. Hal ini dikarenakan sekolah mengatur dan melindungi siswa dan guru dalam menegakkan disiplin. Tanpa aturan yang disepakati bersama, penegakan disiplin hanya akan membuat masing masing pihak mengambil jalan sendiri-sendiri. Orang tua siswa akan membalas perilaku guru kepada anaknya, guru akan cenderung menghukum atau masa bodoh pada perilaku siswa sementara siswa akan selalu mengambil celah dari aturan yang ditetapkan.