3 penyebab pendidik merasa sulit menulis di blog

Ikatlah makna dengan menulis. Begitu kata para motivator bidang menulis bilang. Sebagai praktisi pendidikan mari kita bicara hal yang praktis dalam kaitannya dengan manfaat menulis. Menulis sebenarnya kegiatan yang biasa saja. Saat menulis RPP itu juga  bisa digolongkan kegiatan ‘menulis’. Atau saat guru lakukan ‘copas’ RPP pun sebenarnya ia sedang meramu tulisan.

Nah mengapa tidak sekalian saja menulis dijadikan kebiasaan. Dikarenakan besarnya manfaat dalam menulis bagi praktisi pendidikan. Tulisan ini akan membahas mudahnya menyebar ide dan insipirasi kepada sesama pendidik melalui blog. Menulis di blog bisa membuat seseorang menjadi guru, murid dan mentor saat bersamaan. Sebelumnya mari mendiskusikan dahulu cara menjadikan menulis sebagai kebiasaan dengan tips dari saya sebagai berikut:

1. Menulislah singkat singkat saja. Saya terinspirasi betul dengan Seth Godin yang tiap hari menulis diblognya dengan singkat namun padat pengetahuan dan intisari pengalaman.

B6sL-IlCIAARCme
Seth Godin

2. Jika sudah terbiasa menulis maka akan merasa kurang jika belum menutup hari dengan menulis.
3. Menuliskah dimana saja dan dengan alat apa saja. Saat saya menulis tulisan ini saya gunakan fasilitas notes di smart phone saya, sambil menikmati perjalanan berangkat kerja dengan komuter di pagi hari. Jadi tidak mesti menunggu berhadapan dengan laptop atau komputer baru menulis.

photo

Jika demikian mengapa bagi sebagian pendidik menulis di blog itu menjadi hal yang memberatkan, padahal dengan terampil dan menarik mereka menulis status di update media sosial mereka dengan tulisan menyentuh dan menggugah semangat? hal-hal berikut ini adalah bisa menjadi kemungkinan jawabannya

  1. menulis di blog perlu waktu lama untuk bisa dikenal publik atau bahkan bisa ‘tercium’ oleh mesin pencari google. Tidak ada instant gratification seperti kita menulis di facebook yang dalam waktu sekejap bisa dapatkan ‘jempol’ atau likes
  2. menulis di blog dianggap perlu punya latar belakang teori padahal tidak selalu. Blog lebih bernuansa ‘diary’ atau refleksi pengalaman.
  3. menulis blog dianggap seperti menulis makalah ilmiah yang membuat pendidik merasa mesti tampil ‘sempurna’. Jika pendidik itu kemudian berhasil menulis biasanya kemudian blognya menjadi lama diisi kembali dikarenakan energinya habis dan menjadi kehilangan selera untuk mengisinya kembali. Lebih baik menulis singkat. padat dan jelas daripada sekali menulis sempurna lalu setelah itu hilang.

Bayangkan jika semua pendidik berkenan berbagi pengalamannya lewat tulisan, singkat dan bersemangat, dijamin pendidikan Indonesia menjadi maju dan berkembang dalam waktu yang cepat. Hal ini dikarenakan cerita dari ‘lapangan’ bisa dibagi dan dibaca dan dijadikan inspirasi oleh si pembaca untuk diterapkan di sekolahnya masing-masing.

2 manfaat luar biasa guru dan kepala sekolah berbagi pengetahuan melalui kegiatan menulis

CLV1k_nWgAA6SOm

Banyak praktisi pendidikan yang pandai, cerdas dan cekatan yang menulis. Kebanyakan dari mereka menulis di status updates mereka di akun facebook miliknya atau akun organisasi guru yang mereka ikuti. Beberapa kemudian terlibat debat, saling mengomentari atau ikut larut dalam status yang dibuat orang lain. Luar biasa energi yang terpakai, karena saya pun pernah mengalami. Sayangnya segala butiran pengetahuan yang tertulis terhalang oleh peraturan facebook sehingga tidak bisa terindeks mesin pencari google. Sehingga segala perdebatan kelas tinggi di laman facebook kita tidak bisa dibaca langsung dengan cepat oleh orang lain.

Saatnya meninjau manfaat menulis bagi para praktisi pendidikan, guru dan kepala sekolah serta siapapun yang peduli pendidikan.

1. Dengan menulis guru/kepala sekolah tak akan pernah kehabisan ‘insight’ sebab rumus menulis bagi praktisi pendidikan adalah:

– ia menuliskan pengalamannya dan apa yang ia sudah lakukan atau refleksi masalah yang ia hadapi
– ia menuliskan apa yang ia rasakan sebagai masalah dalam pekerjaannya
– ia kemudian mencari tahu mengenai bagaimana solusi, lewat riset sederhana di internet dan hasil diskusi dengan orang sekitar.
– ia mengakhiri tulisannya dengan solusi dan ajakan bagi yang membaca untuk bisa terhindar dari masalah yang ia alami atau sekaligus ajakan untuk kembali bersemangat menapaki dunia pendidikan.

2. Dengan menulis dan membiasakan menulis (dengan singkat, padat  dan jelas yang mencerminkan refleksi) seorang pendidik akan jadi sosok yang bertumbuh dan belajar merefleksikan diri dari pengalamannya berkecimpung dalam dunia pendidikan. Ia akan jadi sosok yang berorientasi action dan terhindar dari kebiasaan menunda-nunda karena ia sadar bahwa keberhasilan yang besar berawal dari keberhasilan yang kecil-kecil.

Bayangkan jika hal ini bisa terjadi dan dilakukan oleh para pendidik kita. Dengan kecanggihan media sosial saat ini sekali seorang pendidik memposting tulisan di blog misalnya maka ia bisa otomatis juga hadirkan postingannya di facebook, twitter, instagram dan akun Linkedin miliknya. Semua serba gampang cepat dan tulisannya langsung ‘menggaung’di secara cepat di dunia  online. Secepat kilat sesama guru bisa membaca dan mengambil manfaatnya. Tulisan yang sudah ditulis itupun akan menempel lama di internet dan bisa diakses kapan saja dimana saja oleh mereka yang punya minat terhadap pendidikan. Saya yakin jika pendidik sadar betul nuansa saling berbagi ini makin semangatlah mereka berbagi.

Guru profesional adalah sosok yang pandai berkolaborasi

Menarik sekali jika kita kaitkan makna kerjasama dengan profesi guru. Dari dulu guru hanya diminta sibuk di kelas. Urusannya cuma 4 tembok yg ada di kelasnya. Alias konsen ke hal yang itu-itu saja. Padahal dalam perkembangan terkini di dunia pendidikan ada istilah kerja sama, kolaborasi dan team work.

Mengapa kolaborasi atau kerjasama di sekolah menjadi sangat penting.

Pertama setiap murid kita sekarang akan jadi murid seseorang nantinya. Kedua. Tidak ada guru yang tidak perlu bantuan, bahkan guru yg sudah lama mengajar. Bahkan yang sudah lama mengajar makin lama malah makin jadi tukang perintah ini dan itu. Ketiga. Di sekolah guru bisa merasa bosan lelah bila ia tidak punya teman dekat atau relasi yang baik. Nah itu berarti memang pada dasarnya guru mesti bekerja sama. Jadi kata kolaborasi memang sangat mutlak jika sekolah mau menjadi besar.

Jadi jelas bahwa memang kolaborasi atau kerja sama itu jadi keterampilan abad 21 yg sayangnya tidak semua guru bisa dan sadar.

Dibawah ini adalah prinsip kolaborasi.

1. Seorang guru mesti punya ‘mentor’ nah sekolah yang sehat menempatkan seseorang untuk bisa jadi mentor bagi yg lain.

2. Keluar dari zona nyaman. Seorang guru pada dasarnya sadar mesti keluar dari zona nyaman. Sayangnya ia jadi tumpul ketika ia tahu mesti meminta tolong pada sesama guru.

3. Senang dan percaya diri saat lontarkan ide. Baik saat diskusi dan rapat. Seorang guru yang profesional adalah guru yang senang mencoba hal baru sendirian atau secara bersama -sama.

4. Sekolah mesti punya pekerjaan yang menantang atau pekerjaan internal yang memerlukan kerja sama semua pihak. Baik dalam skala kecil dan besar. Banyak sekolah malas dengan ‘drama’ yang timbul tiap sebuah event diselenggarakan. Jadinya cenderung tunjuk itu ke itu saja orangnya. Hal ini wajar karena sekolah lalai membiasakan guru gurunya bekerja sama. Padahal makin sering kerja sama dilakukan baik dalam skala kecil dan besar maka guru makin mahir menempatkan diri.

5. Jika sekolah mau berinovasi jangan harap kepsek kerja sendiri, dikarenakan inovasi kaitannya dengan kolaborasi. Bayangkan tingkat keberhasilannya adalah 81% menurut penelitian.

6. Wajar jika kolaborasi timbulkan konflik, sekolah melalui manajemennya mesti siap jadi penengah, saat yg sama sekolah melalui para pemimpinnya mesti beri kepercayaan ‘its ok to be wrong’ or ‘fail’ atau dengan katakan ‘semua pendapat dihargai’ jadinya staff merasa tentram dalam utarakan pendapat, saat yang sama sekolah fasilitasi dengan sarana hingga guru gampang tukar ide antar departemen

Semoga dengan beberapa prinsip diatas menjadikan anda sebagai pendidik siap berkolaborasi dan tahan banting saat ada ‘drama’ yang timbul di perjalanan. Fokus saja pada tujuan akhir dan selalu bersemangat coba hal yang baru.

5 prinsip sukses berkomunikasi dengan orang tua siswa

  
Komunikasi di sekolah adalah bentuk lain dari rasa peduli guru pada siswanya. Komunikasi bisa berakibat buruk jika dibumbui oleh asumsi. Asumsi itu racun dari komunikasi. Bagi guru lebih baik berlebihan atau lebay dalam komunikasi daripada kurang. Apalagi jika sudah menyangkut orang tua siswa.

Guru perlu sadar untuk selalu melibatkan kepala sekolah diawal, bukan saat sesuatu masalah sudah besar. Karena jika sudah telat pasti kepsek akan lebih membela atau kelihatan lebih membela orang tua siswa.

Saran saya pada semua guru jika ingin lingkungan anda membela atau mensupport, usahakan utk jadi komunikator yg efektif.

 Beberapa prinsip komunikasi yang perlu dicermati sebagai guru.

1. Komunikasi lahir dari rasa percaya

2. Rasa percaya menghasilkan kenyamanan

3. Komunikasi bisa terjalin baik jika guru profesional, proaktif, terbuka, dan santun

4. Bahasa tulisan itu sangat sensitif dan guru mesti sangat berhati hati. Lebih baik gunakan bahasa formal pada saat komunikasi dgn parents. Bahasa tulisan rawan disalah artikan. 

5. Sekolah tidak boleh memberikan batasan kepada orangtua siswa yang mau complain atau curhat. Parents bebas memilih kepada siapa dia mau curhat. (Ingat prinsip nomor 1)

%d blogger menyukai ini: