Setiap sekolah punya ‘penggemarnya’ sendiri-sendiri. Sekolah negeri digemari oleh tipe orang tua yang sangat senang memanfaatkan fasilitas negara (walaupun ia mampu) atau yang terpaksa mesti (karena keterbatasan dana) memanfaatkan sekolah gratis di sekolah negeri. Sementara sekolah swasta diminati oleh orang tua siswa yang merasa mampu menyekolahkan anaknya di sekolah yang meminta bayaran SPP yang lumayan atau sebaliknya diminati oleh ketidak inginan anaknya masuk ke sekolah negeri karena satu dan lain hal.
Tulisan ini akan membahas mengenai sekolah swasta yang SPP dan uang pangkalnya cukup lumayan. Tipe sekolah swasta ini uniknya diburu oleh orang tua siswa. Mendekati tahun ajaran kapasitas kelasnya cepat penuh dan diminati oleh para orang tua yang menginginkan mutu pendidikan terbaik bagi anaknya. Sementara ada sekolah swasta juga yang susah sekali mendapat murid walau sudah sibuk berpromosi lama sejak sebelum tahun ajaran baru dimulai. Padahal sarana fisiknya bagus, guru-gurunya senior dan pengalaman serta biayanya bersaing dengan sekolah lain.
Mengapa ada sekolah yang begitu banjir peminat? Ini sebabnya
- Sekolah mampu menjaga kepercayaan orang tua siswa terutama dari aspek keuangan. Aspek keuangan adalah hal yang paling penting karena orang tua mengukur lari kemana uang pangkal atau uang SPP yang dibayarkan. Apakah kembali pada anaknya dalam bentuk pelayanan yang terbaik yang mengutamakan siswa atau berlalu begitu-begitu saja. Orang tua siswa akan mengukur seberapa sekolah sudah menjadi amanah dengan kemampuan analisa masing-masing. Jika sekolah gagal mencapai apa yang disebut analisa kasar terhadap seberapa yang dibayarkan dan yang kembali kepada siswa dalam bentuk pelayanan, maka sekolah mesti bersiap panen complain dari orang tua siswa. Indikator yang bisa dilihat adalah pelayanan fisik dan non fisik yang terus ditingkatkan. Sekolah memperbaharui fasilitas fisiknya di setiap libur sekolah dan mau mendengar jika ada masukan orang tua siswa secara langsung atau lewat lembaga yang sudah ditunjuk. Soal keuangan ini sangat sensitif karena banyak pemilik sekolah yang ingin segera cepat impas (break even point) dan ingin segera untung, padahal prinsipnya sederhana saja jika 10 tahun pertama sekolah itu amanah dan dapat dipercaya maka orang tua siswa akan berduyun-duyun datang menyekolahkan anaknya. Bahkan sekolah sampai harus menolak siswa.
- Sekolah punya pengelolaan komunikasi yang baik kepada orang tua siswa. Sekolah tampil sebagai lembaga yang berwibawa. Ada lembaga dewan sekolah, ada lembaga persatuan orang tua murid dan guru, ada perwakilan komite setiap kelas yang siap menampung apa saja yang menjadi kepedulian orang tua siswa. Sekolah berkomunikasi dengan jalur-jalur resmi yang baik, jelas dan terukur secara online maupun offline, secara tertulis maupun secara lisan. Orang tua siswa tidak dibuat bingung karena garis komunikasi sekolah jelas dan menggunakan bahasa yang dipertimbangkan masak-masak sebelum disampaikan pada siswa. Sekolah yang bertipe seprti ini akan terhindar dari konflik yang tidak perlu. Konflik yang saya maksud adalah konflik orang tua yang vokal menyuarakan keluhan karena saat yang sama orang tua dididik untuk mau menyalurkan pendapatnya lewat organisasi resmi dan bersedia menerima apapun hal yang sudah menjadi keputusan, sepanjang keputusannya diputuskan lewat lembaga resmi yang dibentuk oleh sekolah.
- Sekolah memanusiakan guru-gurunya. Banyak pemilik sekolah swasta yang berasal dari bidang bisnis lain yang kemudian tergerak hatinya untuk membuat sekolah. Para individu pemilik sekolah punya gaya masing-masing dalam mengelola sumber daya manusianya, ada yang semata menganggap guru-guru yang mengajar di sekolahnya sebagai buruh yang mesti bekerja secara fisik dan kasat mata. Tipe pemilik seperti ini biasanya tegas dan keras saat menghukum (bahkan dengan potongan gaji) bagi setiap kesalahan dan pada saat yang sama menginginkan guru bekerja keras dengan sempurna dan sebaik-baiknya. Ada juga tipe pemilik sekolah yang menganggap guru dan memanusiakannya sebagai mitra memajukan sekolah dan bukan sekedar alat pencari keuntungan. Nuansa pembinaan kepada guru pun bernuansa ‘coaching’ yang membesarkan potensi dan menghargai kesalahan sebagai upaya untuk belajar untuk bisa semakin baik di masa depan. Guru dilatih agar mampu bekerja dengan professional dan dihargai secara financial (tergantung kemampuan sekolah). Saat yang sama diberikan pengarahan jika lakukan kesalahan. Jika orang tua siswa merasa bahwa guru anaknya dimanusiakan maka ia akan senang hati menyekolahkan anaknya disitu dan bahkan merekomendasikannya pada orang lain (kerabat dan saudara)
- Sekolah pandai mengatur penyelenggaraan aspek akademis dan non akademis selama satu tahun ajaran. Orang tua siswa akan berpikir ulang untuk menyekolahkan anaknya ditempat yang suasana pembelajarannya masih sama seperti ia sekolah dulu (banyak hapalan atau guru yang otoriter) atau bahkan sebaliknya sekolah akan begitu saja mengiyakan keinginan orang tua yang masih ‘kolot’ cara pandangnya, misalnya mengukur segala sesuatu dari nilai angka. Seperti yang sudah saya tulis di awal, saatnya sekolah percaya diri bahwa visi misi sekolahnya lah yang penting untuk direalisasikan dengan cara yang demokratis sekolah menampung juga saran serta ide agar dalam praktek mewujudkan visi misi, orang tua tetap merasa bahwa sekolah tempat menyekolahkan anaknya adalah sekolah yang mempersiapkan anak-anaknya untuk masa depan.
Jika semua faktor diatas sudah dilaksanakan oleh sebuah sekolah swasta dijamin sekolah tersebut akan lekat di benak orang tua siswa sebagai sekolah yang bagus mutunya dan dipercaya. Lupakan dulu anggaran promosi yang besar, orang tua siswa lebih suka mendengarkan rekomendasi antar orang tua siswa (dari mulut ke mulut) apalagi sekarang jaman media sosial, segala kebaikan dan keburukan sekolah anda akan menyebar dengan cepat dan dahsyat efeknya.
Jadi selamat menjadi sekolah yang mau belajar dan cepat beradaptasi terhadap kebutuhan orang tua siswa.