Mungkin kurikulum baru masih belum disosialisasikan oleh karena itu banyak menimbulkan penafsiran berbeda di antara kalangan guru. Para pakar teknologi (pendidikan) di dalam Kementerian terkait atau dari pemerhati masalah pendidikan harus pandai menjelaskan kurikulum 2013 ini agar tidak membuat guru secara keseluruhan “panik” atau “gusar” sebelum mengamati, menganalisa, melihat banyak sisi.
Saya hanya ingin mengupas bagian TIK mengenai kekhawatiran guru TIK bahwa “TIK dihapus dari kurukulum” lalu bagaimana nasib guru TIK dengan latar belakang pendidikan bervariasi; ada yang khusus menghabiskan waktunya di bangku kuliah untuk mendapatkan spesialisasi di bidang teknologi pendidikan, ada pula yang tadinya guru biasa mengambil macam-macam ujian, pelatihan untuk melek teknologi dengan pengalamannya dan akhirnya menjadi guru TIK.
Apakah pemerintah dengan menyusun kurikulum baru 2013 tidak memikirkan segala sisi sebelum membuatnya atau merancangnya?
Tentu saja kementerian banyak dikelilingi teknisi yang ahli di bidangnya dan tidak akan sembrono merancang kurikulum yang boleh dianggap menyangkut kepentingan orang banyak termasuk mereka sendiri, para pendidik, peserta didik dan sampai ke orangtua.
Selama ini TIK sepertinya tidak berkesinambungan (embedded) dengan matapelajaran yang lain atau sama sekali dianggap terpisah oleh banyak kalangan. TIK dipandang hanya belajar komputer, bagaimana cara menggunakan perangkat lunak maupun perankat keras. Pemikiran semacam ini hanya bagian kecil dari TIK itu sendiri karena bukan semua orang yang ingin menjadi programmer ataupun mahir mengetik karena ingin menjadi juru ketik dan lain sebagainya. TIK bisa lebih dari itu sebagai alat (tool) yang bisa membantu kita dan meringankan pekerjaan kita.
Lalu apa yang bisa kita (guru TIK) pikirkan atau sesuaikan dengan kurikulum baru ini?
Walaupun sampai saat ini Kementrian Pendidikan mengusulkan kurikulum 2013 ini untuk didiskusikan dan dikritik oleh kita semua hampir pasti akan diterapkan. Kita tidak bisa berharap dan menunggu pemerintah dan diknas saja untuk melatih guru dengan begitu luasnya wilayah Indonesia mulai Sabang sampai Merauke dengan beribu-ribu pulau. Adil rasanya kalau sekolah mengadakan pencerahan melalui lokakarya, seminar, pelatihan guru untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang ada dan mendapatkan penjelasan dari para pakar atau ahli dan mempraktekkan dan menyebarluaskan ilmu yang mereka dapat selama kegiatan tersebut.
Sekolah seharusnya mempunyai rencana atau rancangan pelatihan guru (teacher professional development) untuk meningkatkan kemampuan guru.
Sebetulnya kurikulum yang baru ini TIK bisa diterapkan atau diintegrasikan (embedded) di hampir mapel tersebut untuk benar-benar menjadi alat (tool) mempraktekkan apa yang diajarkan di mapel yang lain.
Misalnya di jenjang pendidikan SD, apa yang orant IT bisa lakukan adalah dengan mengadakan workshop/pelatihan guru2 untuk melek teknologi agar dapat diintegrasikan di mapel lain. Misalnya, belajar tentang energi, bagaimana anak2 bisa membuat film pendek hasil wawancara anak2 dengan ortu/kepala sekolah, guru2 tentang penghematan energi listrik di rumah atau di lingkungan sekoal jadi anak2 bisa membawakannya di mapel TIK untuk dibuatkan movie sederhana dengan memakai windows mivie maker. Hasilnya bisa di-“burn” ke DVD atau CD dan dibagi ke ortu dan archive sekolah.
Sederhana bukan?
Untuk itu guru TIK tidak udah khawatir karena itu untuk kemajuan pendidikan..
Selamat tahun baru 2013 dan tetap semangat.
Penulis: Rakotoarison Louis Frederick, IT Consultant, Web Master.