Coba kita renungkan illustrasi berikut,
Seorang anak dikenal sebagai anak yang pemalu disekolahnya, di sekolah tidak banyak yang dilakukannya. Saat istirahat pun saat rekan-rekannya sibuk mengobrol dan bersenda gurau dengan teman sebaya, ia malah asyik dengan dirinya. Jika tidak diperpustakaan untuk membaca maka yangdilakukan hanya sendirian menikmati makan siangnya. Tetapi keadaannya berbeda sekali ketika ia sampai dirumah. Sesampainya dirumah ia langsung menghubungkan komputernya dengan internet. Di internet diluar dugaan ternnyata banyak sekali teman yang dimilikinya. Lewat situs jejaring social (social networking sites) seperti friendster, facebook dan lainnya teman yang dipunyainya ada puluhan bahkan mendekati ratusan. Jika didunia nyata teman-teman yangdimiliki hanya sedikit, didunia maya teman-temannya banyak sekali.
Sebagai guru kita bisa melakukan analisa terhadap pola kehidupan siswa diatas sebagai berikut;
1. Internet bisa menjadi pelarian dari kehidupan nyata bagi siswa, dengan demikian jika dalam kehidupan nyata dia gagal melakukan pertemanan, di dunia maya tinggal tekan tombol bertambahlah satu lagi temannya.
2. Kebutuhan berkomunikasi adalah sifat dasar manusia, jika terhalang dalam satu kesempatan maka individu akan melakukannya dengan fasilitas lain dalam kesempatan yang lain pula.
3. Teknologi internet memungkinkan seseorang ‘merasa’ mempunyai pertemanan dan jaringan sosial, padahal belum tentu juga ada keterikatan emosi yang terjadi disitu.
4. Siswa dan siswi kita mempunyai dua arena bermain, dunia nyata dan dunia maya.
5. Disekolah guru kurang mencermati kepribadian siswa jenis ini, akibatnya penggunaan metode belajar yang membuat anak mau berpikir kritis serta berperan sebagai komunikator yang efektif juga jarang dilakukan.
Pertanyaannya sekarang akankah kita membiarkan siswa kita hidup dalam dunia yang berat sebelah? Saya tidak mengatakan hidup dalam dunia maya (online) tidak nyata karena saat ini hidup didunia maya (online) sama seriusnya dengan hidup didunia nyata (offline).
Semuanya kembali bagaimana menyikapinya. Internet dapat memfasilitasi kita dengan sesuatu yang seringkali kita tidak dapat memperolehnya secara fisik (offline). Baik itu berupa ruang, waktu, atau kesempatan. Satu contoh kita bisa mendisplay karya siswa di internet karena sekolah tidak mampu membuatkan galeri. Lewat facebook saya mendisplay karya siswa saya, dan itu memberikan kepuasan dan kebanggaan. jadi kenapa tidak? lagi-lagi kembali bagaimana kita menyikapinya.
Promosikan artikel anda di http://www.infogue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema, game online & kamus online untuk para netter Indonesia. Salam!
http://web-2-0.infogue.com/5_analisa_terhadap_kecenderungan_penggunaan_facebook_serta_situs_pertemanan_lainnya_
Orang yang lbh memilih berteman dalam dunia maya dari pada teman di dunia nyata, perlu dikhawatirkan. Berarti ada aspek kepedulian sosial (interaksi secara langsung) yang hilang dalam diri orang tersebut.
Keduanya (maya dan nyata) memiliki perbedaan juga persamaan.
Bagaimanapun hebatnya dunia maya, toh manusia hidup di dunia nyata yang harus dihadapi. Di dunia maya orang tidak mengenal mati, sakit atau rasa fisik lainnya.
membaca artikel yang dibuat pak agus, hati saya mengatakan bahwa dunia maya belum sepenuhnya mampu mengaplikasikan apa yang ada di dunia nyata.
Memang, ada jenis siswa yang tak punya kawan di dunia nyata, tapi dalam dunia maya dia sanggup memiliki teman yang begitu banyak.
Sebenarnya manusia punya fitrah untuk saling berkomunikasi. Mungkin dalam dunia nyata komunikasi kurang terlihat dan baru dapat tersalurkan ketika dia asyik dalm dunia maya.
Tapi yang pasti bagi saya, dunia maya tak secantik Luna Maya
untuk kebutuhan pendidikan anak, saya hanya melihat dunia nyata dan dunia maya sebagai instrumen ketrampilan hidup yang menjadi kewajiban orang tua dan pendidik lainnya untuk mengajarkannya kepada anak anak kita. sederhananya adalah itu bagian dari cara mengakses informasi tentang masa depan mereka, yang harus disikapi secara kritis dengan pendampingan orang tua. kalau mau jujur itu juga sebagai alat bagi kita para orang tua untuk bisa bersambung dengan proyeksi masa depan yang ada dikepala anak kita.Setia untuk terlibat dalam perkembangan anak anak kita adalah bagian dari usaha membangun ruang komunikasi dengan anak sepanjang hidupnya.karena itu berarti kita menanamkan makna dan tradisi berkeluarga yang mengajarkan hidup yang bukan semata wacana dikepala
saya pikir kearifanlah yang diperlukan untuk bersellancar di dinia maya. Bekali anak-anak dengan pengetahuan luas tentang akibat negatip and positip berselancar dinia yang satu ini.
Jika yang yang berselancar di seberang sana adalah orang-orang yang bermental nyata (ya kalau ya and tidak kalai tidak) tidak masalah, tetapi kalau yang bermental samar-samar (avonturir) hanya mau mengambil untung tanpa memperlihatkan identitas sebenarnya and merugikan orang lain, ini yang berbahaya.
Tidak sedikit ABG tertipu bertemu teman akrabnya (di dunia maya) adalah seorang kakek2 atau nenek2 (di dunia nyata) atau seorang pengedar narkoba, pedofila, trafik king dll.
Mencari teman di dunia maya harus lebih waspada. Komunikasikan dengan arang tua atau guru yang memahami.
Wah,saya perlu mikir2 nh pak.
.
salam kenal,
artikel Anda sungguh mencerahkan.
Sebagai seorang guru, saya juga punya Friendster dan Facebook, sehingga saya dapat berkomunikasi dengan siswa melalui teknologi tersebut.
Sudah saatnya guru tidak tampil di dunia nyata saja akan tetapi hadir juga di dunia maya (Internet) karena dari pengalaman saya, siswa biasanya bisa lebih terbuka (jujur) di dunia maya 🙂
bukan masalah pilihan dunia MAYA atau NYATANnya, tp lebih kedampak yg ditimbulkan, intinya APLIKASI dalam kehidupan sehari-hari, yg hubungannya dgn interaksi personal atau pun publik, vertial ataupun horizontal, semuanya mengarah pada pengembangan diri,
toh buktinya MARK ZUCKERBERG, si penemu FACE BOOK, tetap saja lulus dengan nilai baik sekaligus menyandang gelar milioner termuda saat ini……….
siapa bilang Mark Zuckerberg itu lulus kuliah ny??
justru dia sengaja keluar dari Havard supaya bisa focus di facebook
MZ ngikutin jejak seniornya bill gates yang juga Dropped out dari Havard
http://www.crunchbase.com/person/mark-zuckerberg
Thanks for the info
pilihan dunia maya mungkin dianggap lebih nyaman bagi mereka sehingga mereka menghabiskan waktunya di situ… namun mereka tidak akan bisa lari dari dunia nyata,, seperti sayapun sebagai mahasiswa perlu juga bergabung dengan mereka yang berada di dunia maya tapi saya juga sangat membutuhkan teman-teman saya yang nyata ya,,,, itung-itung bagi-bagi pengalaman dengan banyak teman.. kan seribu teman tidak cukup…ya kan ya dong..
BEtul sekali, saat yang sama kewaspadaan juga dibutuhkan
emang teknologi ga bisa dipisahkan sama anak-anak jaman sekarang apalagi anak2 yang memiliki orang tua yang membiasakan hidup hedonis pada anaknya dengan memberikan fasilitas yang tidak semestinya dimiliki anak2 spt hp BB.tanpa disadari fasilitas spt itu hanya menyulitkan anak2 untuk belajar di dunia nyata, karena mereka lebih sibuk dengan dunia mayanya.di kelas saya pun terlihat jelas pengaruh BB pada siswa.anak yang tidak memakai BB cenderung lebih konsentrasi dan lebih cerdas..