Mari lupakan sejenak model peningkatan kompetensi guru yang biasa terjadi. Model tersebut jika boleh disebut sebagai suatu stereotipe antara lain;
- Sangat mengandalkan peran fasilitator,
- ada handout atau makalah bagi peserta,
- semua orang dalam pelatihan mendapatkan pengalaman yang sama,
- bersifat dari ‘atas’ ke ‘bawah’.
Bersama Pak David dan Ibu Windy (bagi anda yang belum tahu, mereka adalah pengasuh blog year 4 sgj) saya mencoba ide peningkatan dan pelatihan kompetensi guru yang lain dari pada lain.
Ide pelatihan dimulai dengan himbauan bagi guru untuk mengerjakan secara kolaboratif atau bekerja sama mengerjakan perencanaan mingguan. Himbauan ini datang dari pihak pimpinan sekolah dimana saya mengajar. Di sekolah saya, ada banyak kelas paralel yang semua kelasnya dan gurunya diupayakan untuk bergerak dan bekerja sama secara bersamaan demi menyajikan yang terbaik bagi siswa-siswi dikelas. Dengan demikian dalam sebuah kelas paralel tidak ada kelas favorit, yang ada semua kelas diupayakan menjadi favorit.
Salah satu indikator keberhasilan kelas paralel yang baik adalah perencanaan pembelajaran mingguan yang dikerjakan secara bekerja sama oleh semua guru yang bertugas. Selain merencanakannya lewat rapat yang dilakukan secara rutin, teknologi mungkin bisa menjadi jawaban bagi hal ini. Dikarenakan tanpa kehadiran secara fisik pun guru bisa berperan serta dalam proses penulisan perencanaan mingguan, bahkan diluar jam sekolah.
Pak David pada suatu hari, datang kepada saya untuk berdiskusi mengenai jenis teknologi apa yang bisa membantu proses di atas. Saya kemudian datang dengan solusi Google.docs. Sebuah layanan dari Google yang memungkinkan beberapa orang melakukan proses penyuntingan secara bersamaan. Pak David kemudian melakukan eksplorasi sendiri mengenai hal ini.
Beliau memang guru yang eksploratif, dalam arti mau mencoba hal yang baru secara mandiri, karena bersama Ibu Windy dan semua tim kelas 4 mereka semua mencoba semua fasilitas yang Google.docs tawarkan. Fasilitas itu antara lain;
- mudah untuk digunakan
- dapat diakses dimana saja sepanjang ada sambungan internet
- bekerja seperti piranti lunak pengolah kata
- bisa digunakan untuk menyunting dokumen yang sudah jadi
Hasilnya adalah sebuah perencanaan mingguan yang bisa diedit secara bersamaan atau berbeda waktunya dan secara berkolaborasi. Dengan demikian semua orang bisa memberi kontribusi pada perencanaan mingguan kelas paralelnya.
Ketika melihat hal ini terjadi saya berusaha menangkap peluang dengan mengundang Pak David dan Ibu Windy menjadi tamu pada pelatihan rutin yang saya adakan. Mereka dengan sukarela mau datang dan mengajarkan kepada yang berminat dan membutuhkan. Jadilah selama 2 minggu berturut-turut setiap hari Rabu selama setengah jam mereka membagi apa yang mereka sudah dapatkan dari Google.docs. Hasilnya adalah sebuah dokumen yang disunting oleh semua peserta yang hadir.
Pada pertemuan kedua semua peserta yang hadir menunting sebuah dokumen secara bersamaan. Dokumen tersebut berisi pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta. Pertanyaan diupayakan yang berhubungan dengan paradigma penggunaan TIK di sekolah. Berikut ini daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh para peserta.
- Apakah TIK penting bagi guru? Jelaskan?
- Benarkah siswa lebih pandai dalam bidang TIK dari guru? Jelaskan?
- Bolehkah guru belajar TIK dari siswa?
- Dengan mengajarkan orang lain TIK kita akan cepat bisa? Jelaskan
- TIK hanya banyak segi hiburannya saja? Jelaskan?
Semua yang hadir menjawab pertanyaan dan bisa melihat secara real time siapa saja yang melakukan penyuntingan dan jawaban apa yang diberikan oleh peserta yang lain. Semua peserta mengakhiri pelatihan dengan senang karena sudah mendapatkan keterampilan yang baru dan berguna dalam proses perencanaan pengajaran.
Mengamati proses peningkatan guru diatas ada, saya jadi ingat sebuah artikel yang saya baca di blog dangerouslyirrelevant mengenai gaya pelatihan guru yang paling mutakhir antara lain;
- Semua orang adalah sumber pengetahuan, jadi bisa saja fasilitator memberikan peserta kesempatan untuk menjelaskan.
- Semua orang punya kedudukan yang sama saat pelatihan.
- Semua orang membentuk dan mempunyai gaya belajar nya masing-masing
- saat pelatihan yang terjadi adalah suasana dialog secara professional
- berbasis prinsip inkuiri, artinya setiap orang berusaha mencari tahu apa yang dirinya sendiri merasa belum menguasai.
- Guru belajar dengan mengajarkan orang lain.
- Tidak harus dalam waktu yang lama dan khusus, bisa hanya dengan video clips, bahkan tutorial singkat sekejap.
- Berlangsung terus artinya semakin sering digunakan keterampilan yang dibahas dalam pelatihan, guru akan semakin menguasai.
Waw..
Google.doc ya pak, bisa diedit oleh semua orang. Tapi harus pakai koneksi internetkah?
Mantap pak, guru itu memang harus terus menerus di ‘upgrade’ biar siap menangadirkan ilmu pada anak bangsa siap menghadapi tantangan masa depan. Tidak hanya mengulang-ulang apa yang lama yang kemarin tapi akhirnya hanya sebagai kenangan dan tidak sesuai lagi untuk menghadapi apa yang murid, siswa hadapi di jaman mereka nanti.
Sukses selalu.
salam dari cafestudi061
Betul Pak Maruli, mari menjadi pembelajar.
Ada banyak hal yang perlu diperbaiki dari sistem pendidikan kita. Saya disini akan mengungkapkan beberapa yang mengganjal hati bagi seorang pendidik yang masih mempunyai nurani.
Yang saya posting disini tentu bersifat subyektif, dan Demi Tuhan ini hanyalah sebagian kecil dan tidak merepresentasikan seluruh lembaga kependidikan di Indonesia. Tetapi ini benar2 saya alami sendiri di daerah saya. Semoga cepat hal ini dibenahi agar menjadi kemaslahatan kita bersama dan kemajuan Indonesia.
1. Nilai adalah hasil karangan
Nilai anak tidak ada yang nilai murni. Hampir semua adalah hasil rekapan dan ‘penyesuaian’ agar sesuai dengan kehendak sekolah dan lembaga pendidikan. Pernah saya mengajar di sebuah SD. Saya adalah guru mata pelajaran. Ketika saya mengirim menyerahkan hasil tes evaluasi siswa ternyata guru walinya bilang “Raportnya sudah jadi kok mas” ternyata nih, pak guru telah ‘mengarang’ sendiri nilai nya itu. Dan tentu pak guru hapal siapa anak yang pandai, siapa yang kurang pandai dan yang sedang. Akan tetapi evaluasi yang telah dikerjakan oleh siswa itu menjadi tidak berguna sama sekali,. Dan terdapat “nilai dengkulan”. Ketika baru mengajar di sebuah SMP saya menyetorkan nilai apa adanya. Tetapi apa yang saya dapat. Saya dimarahi habis-habisan sama wakil kepala sekolah bidang kurikulum karena banyak anak yang nilainya dibawah Standar Ketuntasan Minimal. Saya dipaksa untuk “mendengkul” nilai agar setiap anak setidak2nya tidak dibawah SKM itu, karena bisa membuat malu sekolah. Jadi bila anda dilapori buku rapor oleh anak anda maka itu bukan nilai yang sebenarnya. Bila di rapot nilainya 8 nilai sebenarnya adalah 7 kalo tertulis 7 sebenarnya 6 dan kalo nilai di rapot adalah 6 nilai sebenarnya adalah antara 0-5 karena gak ada nilai raport 0-5 padahal murid2 di sekolah2 biasa nilainya ya sekitar 0-5 terutama pelajaran matematika, ipa, bhs. Inggris.
2. UAN adalah tipuan
Mungkin yang lulus lebih banyak dari yang tidak lulus. Tetapi apakah itu memang benar2 mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia. Karena fakta di lapangan sungguh berbeda. UAN adalah menyangkut harga diri dan kualitas sekolah. Karena itu sekolah berusaha semaksimal mungkin agar murid2nya lulus. Untuk itu maka para guru kelas berusaha menyusun rencana yang matang. Murid2 yang pandai dikumpulkan dan setiap dari mereka diberi tugas untuk mengajar beberapa siswa. Sehingga dalam kelas ada 20 anak, lalu yang pandai 4 anak, maka setiap anak harus memberi tahukan lembar jawabannya kepada 5 orang anak.
Pengawas silang pun bila di daerah saya ada hukum tidak tertulis untuk tidak mengawasi UAN dengan ketat. Karena bila terlalu ketat maka sekolah asal pengawas itu akan dibalas ketat oleh guru sekolah itu. Jadi ada hubungan timbal balik. Penah ada seorang guru mengawasi UAN dengan seksama sehingga anak tidak bisa ‘Nyontek atau Tirunan” maka guru tadi dimarahi habis2an sama kepala sekolah di SMP itu.
3. Sekolah adalah Lahan Basah
Dengan jumlah anak yang besar adalah menjadi lahan basah para kepala sekolah dan kroni2nya. Uang gedung, Uang seragam, LKS, pengadaan gedung, Pengadaan Laboratorium, dan proyek2 lainnya. Apakah dana yang mereka gunakan dari Dana BOS, SSN, Blok Grant, dan dana2 lain yang pemerintah kucurkan tepat sasaran? Tidak. Dana yang dilaporkan adalah fiktif dan penuh dengan mark up. Jadi jangan heran bila ada gedung sekolah yang roboh sesudah di rehab. Saya sebagai guru kecil di sekolah biasanya dapat uang tutup mulut Rp. 50.000 entah yang lain dapat berapa.
Tidak heran untuk menjadi kepala sekolah di daerah saya sangat tinggi biayanya. Untuk menjadi kepala sekolah SD 25 juta untuk Jadi penilik sekolah 50 juta. Untuk menjadi kepala SMP/SMA 50 juta ke atas tergantung tingkat kualitas ‘kebasahan’ sekolah itu. Untuk jadi kepala dinas tentu …ratus juta. Tentu itu permainan kepala daerah yang dulu dipilih karena politik uang. Dan semua oknum2 itu saling memakan ke bawah…..dan yang jadi korban adalah anak2 sekolah….dana pemerintah untuk pendidikan.
4. Sekolah bagaikan lembaga pemeras
Sedih hati saya ketika melihat anak2 dikejar2 uang SPP dan Uang Gedung. Syarat agar dapat mengikuti ujian mid ataupun semester adalah lunas SPP dan Uang gedung. Pada hari sabtu sebelum senin ujian banyak orang tua siswa yang datang ke sekolah meminta dispensasi. Sungguh bagi saya itu adalah pemandangan ironi karena banyak dari orang tua itu adalah kalangan menengah ke bawah. Yang cari kerja sulit, kena PHK, dll.
5. Peningkatan Kualitas Guru = kegagalan
Dalam UU kependidikan Guru sebaiknya adalah S1. Banyak guru2 sekarang adalah lulusan SPG yang sederajat SMA. Mereka didorong untuk sekolah lagi. Hal yang ironi adalah banyak diantara bapak ibu guru ini yang sudah tidak mampu belajar lagi. Tetapi mereka terdorong kuliah dengan iming2 kenaikan golongan dan sertifikasi yang tentu akan menaikkan gaji mereka. Akhirnya banyak yang kuliah di UT yang seminggu masuk 2 x dah nanti jadilah sarjana. Atau ada yang kuliah di universitas. Hal yang aneh di universitas itu 1 SKS buat PNS yang cari penyetaraan lebih mahal dari mahasiswa reguler. Tetapi lebih mudah dalam mencari nilai. Dan tentu jasa pembuatan skripsi menjamur di akhir kuliah mereka. Dari pengalaman rekan guru saya, membuat tertawa. Katanya sebelum ujian sudah dikasih tahu kunci jawaban. Banyak rekan2 bilang kita kuliah tu gak tambah ilmu cuma tambah gaji ……horeee
Enaknya lagi P dan K kasih tunjangan2 bantuan kuliah……
6. Anggaran Pendidikan paling utama buat Murid
Memang dari dulu Guru PNS bergaji sangat kecil dan tidak manusiawi. Akan tetapi sejak Pemerintahan Presiden Abdur Rahman Wahid Guru PNS dan umumnya PNS sudah bergaji di atas rata2 dan UMR. Jadi ada yang janggal bila ada berita anggaran 20% sebagai besar buat gaji guru. Kenapa tidak buat menggratiskan wali murid untuk menyekolahkan anaknya atau menguliahkan mereka. Banyak anak2 kita yang pandai dan berotak cerdas tetapi terganjal kemiskinan orang tua. Coba kita cek berapa biaya masuk Fakultas Kedokteran. Apakah anak seorang buruh pabrik yang cerdas mampu kuliah disana? Apakah mampu ayah anak tadi mewujudkan cita2nya? Banyak anak2 Indonesia berotak Eistein atau Hawkins tetapi akhirnya Cuma jadi kuli bangunan karena ayahnya juga kuli bangunan. Sungguh Ironis.
7. Gaji guru dah cukup Besar
Guru PNS sekarang sudah bukan Umar Bakri lagi tapi Bakrie Group. Gaji PNS adalah sekitar 1,5 juta dan untuk golongan IV/A sekitar 2,3 juta lalu dengan anggaran 20% katanya bisa mencapai 3,5 juta. Dan dengan tunjangan sertifikasi 1 x gaji jadi 5 juta (mungkin). Yaaa selamat dech. Semoga menjadi guru yang berkualitas. Tetapi pengalaman di sekolah saya. Yang lolos sertifikasi malah guru yang tidak begitu rajin. Dia main laporan aja yang tertib dan bukti2 fisik yang meyakinkan (yang enak dilihat di atas kertas doang…….). Tetang kualitas mengajar ………jangan tanya ……CTL …..(menyuruh menCATAT diTINGGAL LUNGO )…… guru macam gini malah dikatain berkualitas………
Banyak temen2 guru PNS yang bilang sebenarnya gaji mereka dah cukup besar…. Seandainya saja Dana itu tidak menaikkan gaji guru sampai 4-5 juta tetapi bagaimana untuk mengangkat guru baru karena faktanya Indonesia kekurangan guru. Dan mungkin saja mereka juga punya anak yang sarjana lulusan FKIP yang Cuma dirumah menganggur.,…. Seandainya saja buat anakku……..
Bagaimana nasib2 guru2 di sekolah swasta? Apakah hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial…………….
Ada yang unik juga di sekolah saya. Ada 4 macam guru yang bekerja dengan porsi dan tanggung jawab yang sama tapi dengan gaji dan penghargaan yang berbeda.
a. Guru WB : biasanya malah para fresh graduate FKIP regular = 75 Ribu/Bulan untuk guru WB SD, 150-300 ribu/bulan untuk guru WB SMP/SMA(tergantung jam)
b. Guru Kontrak : 800 ribu/bulan
c. Guru PNS (angkatan baru) : 1,5 Juta-2,5 juta
d. Guru PNS sertifikasi (angkatan lama) : 3 jt-4 juta
tentang kualitas dan produktifitas berbanding terbalik. Guru WB baru yang masih muda sering dikasih pekerjaan yang berat2
8. Pelatihan dan Workshop yang mubadzir
Akhir2 ini selalu ada pelatihan2 peningkatan kualitas guru dan pendidik seperti: CTL (contextual teaching and learning), DBE USAID, MBS, KBK, dan puluhan pelatihan2 lain yang sebenarnya sangat berguna bagi peningkatan kualitas pendidik dan pendidikan. Tetapi lagi2 model2 pasif,,,,, yang tidak memperdulikan semangat kompetitif yang dipikir yaaaaaa dapet uang transpor dan fasilitas.,……tentang nanti di sekolah ……..KEMBALI SEPERTI YANG DULU model konvensional ..
9. Mutasi = lari dari tanggung jawab
Banyak temen2 guru yang ternyata pindahan dari Papua dan pedalaman sumatra. Ternyata mereka merantau ke sana cuma biar dapet SK PNS setelah dapet mutasi ke Jawa lagi..( tentu nyogok) ….kasihan murid2 di luar jawa yang sangat membutuhkan guru, malah ditinggal pergi. Sementara di sini banyak sekolah kelebihan guru. Cuma ngajar 12 jam gaji 2 juta.
Tentu ketimpangan dan kebusukan2 yang saya ungkapkan diatas hanya di bidang pendidikan. Ada banyak bidang2 lain di Indonesia yang memang sedang sakit sosial. Sekali lagi saya mohon maaf bila tidak berkenan. Saya sendiri guru kontrak yang akan di angkat PNS tahun ini.
Saran buat Pemerintah:
Anggaran Pendidikan 20% harus diawasi dengan ketat dan sembuhkan lembaga kependidikan dari oknum2 yang menodai misi suci pendidikan. Jadikan 20% APBN pendidikan benar2 tepat sasaran yaitu keberhasilan para siswa untuk mandiri dan nenempatkan diri di tempat yang tepat. Dan sudah saatnya pemerintah tidak hanya meng anak emaskan PNS, Guru, TNI dan Polri. Tetapi juga para Buruh, Petani, Nelayan, dan Pengusaha kecil dan menengah yang berdiri dengan kaki sendiri. Yang menghidupi diri sendiri dan menambah kemandirian negara. Kembangkan wiraswasta dan kemandirian rakyat.
Jadikan iklim kompetitif yang mengutamakan kualitas output pada setiap penghargaan terhadap PNS, Guru, TNI dan Polri. Yang berkualitas dan produktif lah yang dapat penghargaan yang tinggi.
hal2 seperti inilah yang sdh lama di dalam pemikiran saya. lain kali kita diskusi ya skrg saya mau njagar dulu
mantappp…. jadi guru bukan hanya untuk mencari tunjangan… tapi guru harus mampu memberikan tunjangan pendidikan bagi yang tidak mampu mengeyam pendidikan…