Institusi sekolah erat kaitannya dengan disiplin. Bahkan di jaman tahun 80 an sekolah-sekolah yang dianggap baik terkenal karena peraturan yang ketat dan disiplin yang tinggi. “Sekolah itu bagus karena disiplin nya kuat sekali, buktinya tiap ada anak yang melanggar peraturan dihukum dengan hukuman yang berat.” Komentar para orang tua siswa di jaman itu. Demikian lah di jaman itu sekolah yang pandai menghukum siswa nya dengan hukuman berat malah diburu para calon orang tua siswa.
Banyak pihak yang masih menghubungkan penegakan disiplin di sekolah dengan menghukum siswa. Padahal kedua-dua nya tidak saling berhubungan. Karena terbukti penegakan disiplin dengan hukuman hanya akan membuahkan sikap disiplin yang semu yang lahir karena ketakutan bukan karena lahirnya kesadar an akan perbaikan perilaku.
Sebenarnya ada jalan tengah diantara disiplin dan menghukum . Jalan tengah itu disebut konsekuensi. Sebuah konsekuensi berarti menempatkan siswa sebagai subyek. Seorang siswa yang dijadikan subyek berarti diberikan tanggung jawab seluas-luas nya dengan konsekuensi sebagai batasan.
Siswa terlambat masuk sekolah ? solusinya dia terkena konsekensi pulang lebih telat dari yang lainnya, atau waktu istirahat dan bermain dipotong . Jangan sampai disitu saja, bicarakan hal ini dengan orang tua siswa, karena mungkin masalah timbul bukan karena si anak tapi karena masalah orang tua.
Dalam mengatasi masalah terlambat masuk sekolah ini saya punya contoh menarik. Tidak jauh dari tempat tinggal saya ada sebuah sekolah menengah atas yang memilih mengunci pintu gerbangnya setiap jam 7 pagi tepat. Anda bisa bayangkan mereka yang terlambat akan kesulitan untuk masuk karena pintu gerbang sudah terkunci. Setiap hari akan ada sekitar 10 orang siswa yang tertahan diluar menjadi tontonan warga sekitar yang lewat di depan sekolah tersebut. Padahal mereka yang terlambat belum tentu malas, bisa saja karena alasan cuaca atau hal-hal lain yang tidk bisa dihindari.
Alasan pihak sekolah mungkin bisa diterima, tindakan mengunci gerbang diambil atas nama penegakkan disiplin dan membuat siswa menjadi sadar akan pentingnya datang tepat waktu ke sekolah. Tapi sadarkah pihak sekolah bahwa mengunci siswa di luar bisa mempermalukan harga diri sisw? Bagaimana bila tetangga atau orang-orang yang mengenali mereka lewat saat mereka terkunci di luar.
Padahal saat sekolah mau menerapkan konsekuensi atas siswa yang terlambat, banyak tindakan yang bisa dilakukan, dari memotong jam istirahat sampai meminta mereka masuk sekolah di hari Sabtu atau Minggu saat teman -temannya libur. Dengan demikian harga diri siswa terjaga dan siswa menjadi makin bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Siswa juga menjadi sadar bahwa konsekuensi bertujuan untuk penyadaran dengan mengambil atau mengurangi hak istimewa mereka .
Mari kita mengenali apa itu hukuman dan konsekuensi
Hukuman
1. Menjadikan siswa sebagai pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt”
2. Jenisnya tergantung guru, apabila hati guru sedang senang maka siswa terlambat pun tidak akan dikunci diluar.
3. Bisa dijatuhkan berlipat-lipat derajatnya terutama bagi siswa yang sering melanggar peraturan.
4. Guru cenderung memberi cap buruk bagi anak yang sering melanggar.
5. Sifatnya selalu berupa ancaman
6. Tidak boleh ada pihak yang tidak setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa.
Konsekuensi
1. Dijatuhkan saat ada perbuatan yang terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati.
2. Sesuai dengan perilaku pelanggaran yang siswa lakukan.
3. Menghindari memberi cap pada anak, dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri anak bahwa ia adalah pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya.
4. Membuat siswa bertanggung jawab pada pilihannya. Anda bisa mengatakan “Kevin kamu memilih untuk ribut pada saat bu guru sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 5 menit”. Dengan demikian anda menempatkan harga diri anak pada peringkat pertama. Bandingkan dengan perkataan ini “Kevin, dasar kamu anak tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!
Tips ini sangat bermanfaat bagi para guru (khususnya saya sebagai guru di sekolah pinggiran), hanya tentu saja guru perlu meluangkan waktu ekstra untuk memberikan perlakuan yang beragam terhadap setiak kasus indisipliner yang terjadi. Salalam kenal buat pak Agus. Mohon ijin untuk menampilkan tips ini di blog saya ya Pak. Trims.
Silahkan Bu Uli
saya juga mohon ijin
mentautkan blog anda
Makasih banyak Pak Agus atas tipsnya, moga kita bisa membawa peserta didik kita kepada kesuksesan di dunia yang sementara ini, dan di akhirat yang ada awal tapi tiada akhir…
Salam kenal
Dari SMK N 1 BATANG, JATENG
Salam kenal kembali pak Agus di Batang.
sungguh luar biasa pak, jika kita bisa membawa mereka kepada kesuksesan yang hakiki
Setuju Pak Agus. Hukuman tidak membuat anak lebih baik terkadang malah sengaja untuk melanggar. Tidak ada pesan moral yang diambil dari si anak sendiri. Sebaliknya konsekuensi mengajarkan pada anak bahwa dia mempunyai pilihan pada setiap perilaku nya.
Betul bu, biasakan anak untuk memilih.
Wah di Sragen anda, membelajarkan orang tua dan guru juga ya mengenai perilaku siswa.
Bravo Bu Enggar
Sukses terus ya
sepakat dgn tulisan pak agus 🙂
sebaiknya kita tidak selalu menyalahkan siswa dan mengungkit2 alasan knp siswa melanggar aturan tapi kita bisa memberikan pengertian ttg akibat apa yg akan diterima jika siswa tersebut sll melanggar aturan 😀
Betul Ita,
dengan demikian kita jadi orang yang selalu berusaha mengerti
hukuman itu sangat penting dan harus, tapi kita harus tepat dan bijaksana dalam pelaksanaanya.
yang lebih penting kita harus tahu karakteristik setiap siswa agar hukumanya lebih mendidik dan dapat dipertanggungjawabkan.
thanks mr Agus
Terima kasih Mas Darmawan,
Dari kepala sekolah saya, saya mendapat istilah restitusi, semacam tindakan disiplin yang mulai dari diri siswa sendiri. Tidak mudah memang melakukan restitusi ini, disebabkan sebagai pendidik kita harus kreatif dalam mengusahakan cara agar siswa mau lebih berdisiplin dari dalam dirinya.
Terima kasih sudah mampir.
Sepakat! Anak memang hrs diajarkan utk memilih. Besides, sbg guru, kita pun hrs bs membedakan mana yg namanya hukuman dan mana yg berupa konsekuensi.
salam kenal n trims atas tips nya. suksess !!
salam kenal kembali,
kalau sudah ada konsekuensi, semoga tidak ada lagi yang namanya hukuman.
Gimana menjatuhkan konsekuensi bagi anak terlambat masuk di smp. Kan ada pergantian jam mengajar?
cukup diberi peringatan lisan Pak Willy, dengan toleransi waktu 5 menit.
Setelah berulang selam 3 kali maka siswa akan terkena detention (jam istirahatnya akan dipotong)
Tipsnya bagus banget, Pak Agus. Memang, hukuman hanya akan melahirkan disiplin semu. Anak-anak akan berperilaku disiplin hanya karena takut dihukum. Dan anak yang pernah dihukum gurunya, mungkin akan mendendam seumur hidup pada guru yang bersangkutan. Sekali lagi, terima kasih atas tipsnya. Saya tunggu tips-tips berikutnya. Salam kenal.
Salam kenal kembali Bu Sophi
Salam kenal…….
Sebagai pendatang baru di dunia didik-mendidik, saya mendapatkan ilmu baru dari sini. Saya coba menerapkan beberapa tips seperti yang bapak gambarkan.
Tapi ternyata ada beberapa siswa yang sudah “tidak mempan” dengan hanya memberi konsukensi. Saya agak sedikit bingung. Akhirnya, saya agak “cuekin” siswa tersebut untuk sementara waktu. Maksudnya, dia saya sendirikan, agar teman yang lain tidak ikut-ikutan “berceloteh” yang ga karuan di kelas, yang akibatnya membuyarkan konsentrasi belajar seisi kelas.
Mohon sarannya…. terima kasih.
Istikuma
SMAN 2 Surabaya
http://istikuma.wordpress.com/
salam kenal Pak Is
memang membuat frustasi bila ada siswa dikelas yang seperti itu, mungkin sudah saatnya anda melibatkan pihak ketiga dalam penanganannya. misalnya dengan melibatkan pihak kepala sekolah atau guru konseling.
Maaf Pak, saya bukan PAK, tapi BU…. malah sedang menunggu hari-hari menjelang kelahiran buah hati pertama. Terima kasih, sudah dibuatkan link blog saya di sini.
Oke, selamat menanti kemunculan sang buah hati.
makash p agus bagus sekali
salam kenal pak agus saya norma, saya terjun di dunia pendidikan sekitar 3 tahun, banyak hal yang telah saya temukan di mengenai keunikan setiap anak didik, yang menjadi permasalahan saya sampai saat ini adalah bagaimana cara menangani anak yang tidak mau/ susah untuk menulis.
terima kasih.
sungguh bagus pendapat pak Agus, dengan konsekwensi menempatkan siswa pada pilihan selaku subyek, nampaknya itulah salah satu penyebab terpuruknya bangsa kita tercinta saat ini, namun bagaimana “mensiasati/mengkarantina” siswa dari peristiwa diluar tembok sekolah yang indisipliner, sementara sekolah tidak lepas dari pengaruh luar terlabih merebaknya arus informasi yang dahsyat
salam kenal
dari SMK Negeri 1 Gondang, Sragen, Jateng
bagus banget tulisannya pak, mohon izin saya copy yaaa..tks
Silahkan Pak Jun, senang bisa membantu.
Alhamdulillah atas tips yang pak agus berikan, hanya saja saya punya contoh kasus, disekolah sy. penerapan budaya disiplin khususnya waktu kedatangan kesekolah konsekwensi logisnya mendapat protes dari ortu siswa. kami memberikan konsekwensi kepada siswa kami yang terlambat dengan beberapa tingkatan.
terlambat 1 x diberi nasehat oleh kesiswaan + wali kelas
terlambat 2 x diberi nasehat oleh kesiswaan + siswa menuliskan nasehat dari semua guru disekolah yang ditandatangani guru yang dimintai nasehat
terlambat 3 x kehilangan waktu istirahat + mencatat rangkuman materi saat itu
terlambat 4 x orang tua diberi surat peringatan + siswa diminta menghafalkan surah alquran yang menjadi hafalannya.
terlambat 5 x siswa diminta belajar di rumah dengan diberi tugas dari wali kelas
kami juga jg memberi toleransi berupa jika terlambat datang dikomunikasikan kepada wali kelas dengan alasan yang syar’i misalnya sakit atau ban kendarannya bermasalah. namun untuk alasan macet atau telat bangun dan rumah jauh kami tidak menerima.
konsekwensi yang orang tua siswa tidak bisa terima adalah belajar dirumah dengan alasan tidak mendidik.
adakah hal lain yang bisa kami lakukan untuk mengatasi hal tersebut.
Hukuman untuk siswa memang harus tegas dan jelas yang telah disepakati bersama, kedidiplinan tidak lepas dari hukuman yang sesuai. terima kasih atas info keilmuan semoga bermanfaat, diharapkan pembahasan lebih luas lagi dan mendalam.
Amin pak, dan menurut saya mari kita lepaskan kata ‘hukuman’. Saya lebih menyukai kata ‘konsekuensi’ saat mengelola perilaku siswa.
inspiring
Terima kasih banget Pak Agus,saya sekarang punya wawasan baru setelah membaca artikel pak agus, karena selama ini ( ndak GR lho pak) siswa saya mengenal saya sebagai guru yang “disiplin” terutama dalam “menghukum” siswa yang tidak disiplin di kelas, ternyata “hukuman” tidak harus dengan ” law enforment”, banyak aspek lain yg bisa kita lakukan dengan kata “hukuman” itu. terima kasih sekali lagi pak agus. semoga sukses
Rusdi mustapa, S.Pd
MAN 1 Surakarta
“Alumni” Workshop pemanfaatan media sosial dlm pembelajaran
Omah sinten solo, 13 Agts 2011
Sama-sama Pak Rusdi, acara di Solo sukses karena ada guru penggiat social media seperti anda. Mudah-mudahan kita semua bisa jadi pendidik yang jadikan perubahan sikap dan cara berpikir siswa sebagai tujuan.
mau tanya pak, kemarin sy sdh buat akun di Edmodo, kalau saya mau melibatkan siswa dlm akun itu, langkah2 yg harus sy lakukan apa ? kmarin sdh sy buatkan Group per kelas, tp selanjutnya bgm sy masih bingung. mohon penjelasannya. Syukron katsiron.
Gampang pak Rusdi, catat nomor kode sandi grup anda, minta siswa mendaftar sebagai student, lalu berikan mereka kode grup yang telah dibuat.
Selamat mencoba
Terima kasih pak agus, sy sdh minta siswa mendaftar lewat akun siswa dan luar biasa, siswa2 saya sangat antusias. Terima kasih sekali lagi. Kapan2 kalau ada kesulitan saya tanya lagi. semoga bapak sukses selalu.
Salam kenal Pak, saya Jamian, Sebagai seorang pendidik yang telah mengabdikan diri selama 14 tahun di sebuah desa terpencil yang ada di Kabupaten sanggau, tetapi setiap tahun kesulitan yang saya hadapi semakin banyak, terutama dalam pembelajaran matematika. Kalau boleh saya mohon sarannya, Bagaimana membelajarkan matematika yang gampang, asik dan menyenangkan namun efektif ? karna guru di sekolah kami hanya 3 orang
Wah!!! ini dia trik yang sangat luar biasa. saya berterima kasih atas segala infonya semoga saya bisa memjadikan murid-murid saya menjadi orang-orang yang sukses dan berilmu pengetahuan yang luas.
Numpang lewat ya pak, ilmunya memberi inspirasi baru pak, saya guru SD pemula “cpns” masih belum apa-apa gak punya pengalaman , istilahnya teori beda dgn praktek iya kan pak? pengalaman bapak sangat berharga buat saya dan kami para pembaca, apa lagi klo ada trik dan tips yg lain tuk menjadikan guru sebagai idola anak didik dan semangat dalam belajar, sekiranya berkenan mohon tuk mengirimnya ya pak…Succsess always
terimaksih ya pa, saya atas ilmu, pengalaman-Nya, mudah mudahan setelah saya mendapatkan ilmu bagaimana cara mengatasi dan mendisiplinkan anak didik. trimakasih 🙂
wasalam,
sumarudin, S. Kom
Salam Kenal Pak,
Begini pak, memang untuk menghadapi anak siswa kita sekarang harus extra, banyak masalah yang terjadi khususnya tentang disiplin/penegakan disiplin disekolah. dari siswa mulai merokok disekolah, melawan guru, terlambat dll. saya guru salah satu SMA di Pekanbaru Riau, sungguh resah rasanya melihat tingkah laku yang dilakukan siswa sekarang. saya mau bertanya Pak,
1. Bagaimana cara mengatasi siswa yang melawan kpd gurunya dan konsekuensi yg cocok buat siswanya?
2. Kebetulan saya mengajar Komputer, ada permsalahan yg sampai sekarang belum clear yaitu jumlah siswa satu lokal 50, krn komputer yg ada dilabor hanyasekitar 30 yg bagus mk siswa dibagi 2. dibentuk kelompok A & B. untuk praktek bergantian mnggu pertama klmpok A dan mingu ke 2 kelompok B. karna guru komputer yang ada hanya sedikit dibentuklah tim teaching yg di ambil dr guru2 mata pelajaran yg lain yg bersedia. jadi pak, anak2 yg belajar dg guru yg tim teaching meribut, krn itu gurunya merasa tdk di hargai… pertanyaan saya, cara apa agar murid2 tidak ribut ataw nakal selama belajar dikelas dg tim teaching?
Sebelumnya Terimakasih Pak atas balasanya
trimakasih mudah-mudah bermanfaat bagi saya. amin…
terima kasih….semoga artikel ini menjadi bermamfaat bagi kita semua…sukses menjadi milik anda, jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus leih baik dari hari ini, salam…
Salam kenal Pak Agus. Saya guru muda yang baru pertama kali mengajar.
Di sekolah tempat saya bekerja, diterapkan sistem pengurangan point jika siswa melakukan pelangaran tata tertib. Dan pada batas point tertentu, siswa akan di berikan skorsing. Pada awalnya saya tidak terlalu keberatan, namun satu waktu ketika saya memanggil orang tua untuk memberitahukan bahwa anaknya akan diskrosing jika melakukan satu lagi pelanggaran, -dan pelangarannya pada dasarnya sepele seperti mengeluarkan baju, telat 5 menit dari jam masuk, lupa bawa buku dll-, saya kembali memikirikan sistem tersebut. Pemikiran saya karena adanya kendala dari konsekuensiskorsing tersebut. Mis: anak mendapatkan skrosing tingkat. 2, konsekuensi yang di dapat anak adalah harus berada di ruang guru selama beberapa mis: 2 hari (dan jika ada ulangan pada saat anak menjalani skorsing maka ia tidak diperkenankan mengikuti ulangan atau mengikuti ulangan susulan). Kebetulan saat itu adalah hari-hari menjelang ujian. pada saat saya melakukan pemanggilan, orang tua malah menjadi khawatir jika anaknya nanti tidak sengaja melakukan kesalahan, bertepatan dengan hari-hari ujian. Yang muncul adalah ide bahwa anaknya melakukan pelanggaran saja, dan diskorsing pada hari sebelum ujian. Anaknya pun juga berpikir seperti itu. Lalu, menurut saya sistem ini menjadi tidak efektif, karena tidak menumbuhkan kesadaran namun hanya kedisiplinan semu.
Menurut bapak apakah ini termasuk sistem hukuman atau konsekuensi??? dan bagaimanakah saya harus meletakkan posisi saya.
Dear Ibu Eni, sebelumnya saya ucapkan selamat karena ibu adalah seorang guru yang ‘really wants to make a differents’ seorang guru yang benar-benar ingin membuat perbedaan dan perubahan di sekolahnya.
Sistem point memang menjadi menyulitkan bila semangatnya adalah ‘mengurangi’ bukan ‘menambahkan’. Dalam mengendalikan perilaku siswa kita tidak boleh dan tidak bisa mengambil kembali apa yang sudah kita berikan.
Saran saya sampaikan dengan cara yang baik untuk meninjau kembali aturan berdasarkan point. Bu Eni bisa berbicara dengan atasan langsung atau guru senior yang bijak yang berpikiran terbuka. Hal ini penting karena jika aturan ini akan ditinjau untuk tahun ajaran baru anda akan dapat banyak teman dan dukungan untuk meninjau kembali aturan ini.
Buat saya lebih bagus sistem pemberian point daripada pengurangan karena pemberian point bisa membuat siswa bersemangat dan termotivasi lebih baik lagi. Karena dengan atau tanpa point pun sudah menjadi naluri siswa untuk berubah kearah yg lebih baik apalagi jika guru dan sekolah bisa tegas dan konsisten setiap saat.
Untuk pelanggaran yang terjadi baru2 ini yang ibu sebutkan diatas silahkan lakukan yang ibu anggap baik, sambil berkomunikasi terus dengan kepala sekolah tanpa konsultasi dengan kepala sekolah bu Eni akan rawan sekali untuk disalahkan.
Selamat berbuat yang terbaik untuk siswa Bu Eni.
BAGAIMANA PENDAPAT PAK AGUS JIKA ADA SEORANG GURU BK YANG DIANGKAT KEP.SEK. MENJADI WAK KESISWAAN ATAU PEMBINA OSIS YANG MENEGAKKAN TATA TERTIB SEMENTARA KODE ETIK BK SEBAGAI GURU BK NGGAK BOLEH MENGHUKUM SISWA BAGAIMANA SOLUSINYA
Apa kabar Pak Yusuf, justru kedudukan yang baru tersebut sangat strategis. Guru BK yang bapak maksud bisa ikut mewarnai dalam membuat sistem yang membuat siswa sadar tanpa merasa dihukum. Selamat mencoba dan membuat sistem pak yusuf.
Saya juga setuju dengan pendapat Anda. Saya juga tidak suka pada guru yang menekankan ketakutan kepada siswa. Oya, kalau boleh, saya mau sharing tentang cara mengajar saya selama PPL. Anda bisa lihat disini: http://monoxdifly.iopc.us/?p=1228 . Terima kasih. 🙂
Mantap pak, pertahankan terus kebiasaan untuk menulis dan merefleksikan pengalaman saat mengajar. Bisa jadi modal saat berprofesi nanti.
Suatu hal yg bisa diaplikasikan di Kec. Gondangweta. Mari kita coba.
Silahkan semoga berhasil ya
Keren pak aguss… I was reading this for my UAS and i thought it was so smart then i wanted to exit this page but then i saw ur twittername and the book or blog snapshot on top of this weblink and i was like oh my goshh it pak agus!!! This is so good… Keep on writing 😀
jasmira 6A gjis
salam kenal pak, blog anda banyak mengispirasi kami menjadi lebih baik
selamat masuk 16 besar aser guraru, semoga sukses ….
Sama-sama pak, saya juga sudah berkunjung ke blog anda. Semoga dengan blog , pendidikaan di Indonesia bisa lebih maju
Pak Agus, ditempat saya, siswanya lebih unik lagi. Jika sanksi untuk siswa terlambat masuk kelas adalah keluar kelas selama 5 atau 10 menit (tanpa belajar), justru bagi siswa hal itu sangat ‘menyenangkan’ bukannya ‘menakutkan’. Lagi pula, siswa terlambat masuk kelas bisa karena berbagai alasan, yang kadang-kadang benar adanya untuk ditolerir. (misal, lokasi tempat tinggal, perjalanan, cuaca, dll)
(Toh, kadang-kadang saya juga tidak tepat waktu, hehe juga karena beberapa alasan)
Jadi saya tidak pernah memberikan sanksi apapun untuk siswa yang terlambat masuk kelas.
Hanya saja saya menerapkan sistem, setiap masuk kelas, pada 10 menit pertama dengan memberikan Quiz tentang materi pelajaran kita yang diambil skornya langsung. Tentu saja Quiz tersebut hanya bisa diikuti oleh siswa yang datang tepat waktu. Benar, awalnya sedikit repot karena kita harus mempersiapkan Quiz sebaik dan semenarik mungkin untuk alokasi waktu yang tepat.
Tetapi setelah beberapa lama, saya melihat bahwa rata-rata siswa tidak lagi mengejar waktu masuk yang on time tetapi mereka mengejar kesempatan Quiz. (Sebab, setiap beberapa pekan Skor Quiz akan ditempelkan di papan pengumuman).
Jadi menurut saya kadang-kadang sanksi boleh diganti dengan ‘mengejar prestasi’.
Tetap semangat untuk belajar.
Salam……
Terima kasih atas komentarnya yang bermutu, mohon ijin saya tampilkan di halaman depan blog ini. Supaya pendidik lain bisa mendapat manfaat.
Tips ini sangat menginspirasi sekali…saya Selaku kesiswaan di SMK awalnya sangat kualahan didalam menghadapi siswa yg terlambat dan yang bandel..tapi setelah Tips ini sya baca dan saya coba Alhamdulillah paling tidak sedikit ada perubahan pada siswa/i saya sa’at sekarang ini…dan saya akan terus mencoba apa yang belum saya coba…Demi untuk meningkatkan kedisiplinan dan kreativitas siswa tentunya sehingga mereka bisa bertanggung jawab atas perbuatan dan pelanggaran peraturan yang dilakukannya…Terima Kasih..
Terima kasih atas komentarnya, bahagia hati saya pak Hafizan jika tips yang saya berikan bermanfaat.
untuk tips di atas ada buku referensinya pa tidak? apa mungkin cuma pengalaman aja??trimakasih
Benar pak Hanafi, semua yang ada dalam blog ini, termasuk juga tulisan diatas adalah berdasarkab pengalaman saya. Terima kasih sudah berkunjung.
Semoga dunia pendidikan selalu menjdi yg utama
Amin, jika pendidikan yang utama, bangsa ini akan jadi bangsa yg besar dan disegani
O K E
Terimakasih Pak agus, Saya terinspirasi sekali dgn semua tulisan bpk. saya mohon ijin untuk menampilkan tips dan trik yang bermanfaat ini diblog saya….. salam kenal and bravo indonesian profesional teachers……..
Silahkan dengan senang hati Pak Slamet
bagaimana upaya pencegahan agar siswa tidak ikut ikutan merokok dan minum minuman keras???????????
iya, susah sekali mendisoplinkan siswa tanpa hukuman, diperlukan kreatifitas dan kesabaran guru dalam melakukan hal itu 🙂
benar pak Fauzi, sebuah kata kunci yang bagus sekali, kesabaran dan kreativitas
Trimakasih Pak agus, Sangat bermanfaat bagi saya tips yg bapak berikat, semoga ini menjadi pedoman bagi saya. Sekali lagi saya ucapkan Terima kasih.
Silakan
pak agus yang baik salam pendidik! makasih infonya. paling tidak, ikutkan siswa dalam membuat peraturan dan konsekwensinya, dari situlah secara tidak langsung kita melibatkannya dan menghargainya sebagai sosok manusia pembelajar. salam kenal. http://www.budimuliadua.com
Yap betul sekali pak Ansorih, semakin anak dilibatkan semakin bagus karena mereka merasa memiliki kelas tempat mereka belajar. Saya sudah kunjungi websitenya, mudah-mudahan saya bisa mampir jika ke Yogya
Menarik sekali artikelnya pak Agus, ada kawan sepaham. Sejak awal mengajar 9 bulan lalu, saya yang tidak punya basic ilmu pendidikan, membuat aturan di kelas, yaitu saya tidak akan menegur, marah, atau menghukum, tapi ada konsekuensi yg harus mereka (siswa-siswi) tanggung. Contohnya jika mereka tidak/terlambat menyerahkan tugas rumah, maka tugas mereka akan saya tambah. Dan, satu lagi, saya mencoba menumbuhkan sikap saling menjaga dan memelihara satu-sama lain, dengan jika salah satu orang berbuat salah maka semua akan menanggung konsekuensinya, jadi yang berusaha saya tanamkan adalah saling mengingatkan. Bagaimana menurut bapak?
Thanks utk komentarnya mas Hafid, soal saling mengingatkan saya setuju, namun guru mesti berhati hati agar menghindari ‘collective punishment’ bahasannya banyak diperbincangkan juga di dunia maya. Inti dari peraturan kelas adalah setiap orang bertanggung jawab atas pilihan utk berbuat dan melakukan sesuatu, dan alangkah baiknya jika kesadaran datang dari diri sendiri.
Terima kasih sudah mampir mas Hafid
pak izin copas……
mau saya posting di blog saya…
thanks
bener baged,, kalau hukuman itu,, cenderung membuat sisiwa jadi merasa lebih takut,, tapi tergantung sisiwanya juga sih..
Semua siswa rata-rata senang diajak berdialog dan ditanya penyebab ia melakukan sebuah tindakan.
Salam Pak Agus, setahun yg lalu dah mampir, dan beberapa tips mendisiplinkan siswa telah saya terapkan, intinya menurut saya, kita tidak bosan2nya mengingatkan siswa2 yg memiliki karakter beda” dengan siswa lainnya, memiliki kesabaran dan di sertai doa kepada Tuhan mohon agar siswa lebih patuh kepada bapak/ibu guru juga kepada orang tua.
Wah senang sekali saya bisa menginspirasi Pak Elman, memang benar pak, dengan sadar bahwa siswa itu unik guru akan lebih sabar dalam bertindak dan mencari jalan keluar
terapkan persuasi asertif
Pak Agus terimakasih atas paparan ilmu mendidik yang sangat membantu.. semoga bermanfaat berkepanjangan dunia akhirat.. salam kenal..
Waduh trimakasih banget atas tipsnya. semoga dapat di praktikan oleh kami
terima kasih Pak! saya sangat setuju dengan ide-ide cemerlangnya Bapak,, semoga Allah SWT selalu memberikan pemikiran yang terbaik untuk membangun generasi harapan bangsa ini yaitu guru, agar guru bisa menjadi yang terbaik untuk generasi penerus bangsa yaitu siswa. amin,,,
terima kasih juga untuk doa yang. bapak berikan, mari sama-sama kita lakukan yang terbaik
Mas Agus, maaf ikut nimbrung saya tertarik mengomentari tulisan bapak tentang disiplin anak.Sepertinya theoretically mudah menerapkan yang pak Agus sampaikan. Padahal di lapangan tidak semudah yang bapak sampaikan. Kalau pak Agus kasih contoh siswa yang terlambat telat datang ditambah jam belajarnya., dan itu sebuah konsekwensi saya setuju banget. Tetapi masalahnya memonitor dia mnegikuti aturan itu, dan kalau dia tidak mengikuti aturan itu. Apa efek selanjutnya,itu juga harus menjadi pertimbangan karena tentu akan sangat menguras tenaga dan waktu.
Kalau saya cenderung punya pandangan bahwa penegakan disiplin lebih kepada uswatun hasanah (contoh yang baik), ajakan dan dorongan secara continuitas dari guru-guru dan pimpinan sekolah secara kompak. Karena selama ini yang saya alami menjadi guru sekitar 12 tahun, bukan beratnya hukuman, tetapi lebih kepada kekompakan guru-guru dan Pimpinan sekolah dalam penegakan disiplin siswa. Selama ini disiplin sulit dijalankan pada lembaga pedidikan karena cenderung “one man show” sementara yang lain kurang perduli bahkan tak perduli sama sekali untuk penegakan disiplin siswa.
saya sepakat dengan arif….guru bukan superman
para guru adalah tim yang harus saling dukung bekerjasama dan punya strategi…dengan kepemimpinan kasek yang bijak….bicara manis dan teori apik
tak jalan dilapangan
Thanks komentarnya Pak Lubis, mantaap pak
Saya sangat setuju. Tetapi kendala yang dijumpai di lapangan terkadang tidak semudah membalik telapak tangan. Jika dalam satu lingkungan sekolah hanya segelintir guru yang berpikiran seperti itu, sementara yang lainnya lebih berposisi sebagai “hakim” atau malah tidak perduli. Apa yang dikatakan Pak Arif adalah realita yang biasanya terjadi. Jika guru dan pimpinan kompak, hal yang dikatakan penulis bisa terjadi. Tetapi bagaimana jika sebaliknya. Saat saya mencoba menerapkan hal yang dikatakan penulis, komentar teman adalah saya lemah, saya lembek, saya tidak bisa bersikap sehingga siswa semakin tidak bisa diatur. Pendekatan saya ke siswa (bermasalah) dianggap tidak benar..
Bu Henny terima kasih sudah berbagi, memang sulit berubah sendiri. guru biasanya akan cepat merasa frustasi. Jika ibu merasa sendirian coba resep ini
1. selalu lah merasa perubahan itu demi siswa bukan karena yang lain
2. hadapi dengan senyum guru yang mengkritik karena kita memang tidak ada niat apa-apa
3. jelaskan dengan ramah jika ibu lakukan sebuah hal yang membuat mereka bertanya apa maksud dan tujuannya
4. tingkatkan komunikasi dengan pimpinan dan biarkan mereka merekam dan mengobservasi apa yang anda lakukan karena di ujung mereka akan mengangkat praktek terbaik yang ibu lakukan sebagai contoh bagi yang lain
Demikian semoga berkenan. tetap semangat
Bapak terima kasih untuk Tips nya 😀 tapi pak bagaimana jika anak tersebut tetap saja berprilaku buruk sedangkan dari pihak sekolah sudah melakukan hal yang terbaik ? mohon saran nya ya pak
Dear Bu Amelia, saatnya melibatka orang tua siswa juga bu, buatkan kontrak tertulis yang disitu menerangkan hal apa saja yang diinginkan oleh guru pada siswanya untuk diubah. Posisi orang tua dalam hal ini untuk memonitor apa saja perkembangan dan kemajuan yang sudah dicapai oleh anaknya.
Silahkan lihat link berikut ini http://www.dailyteachingtools.com/images/StudentBehaviorContract1.jpg
terimakasi paak 😀
Sama-sama senang bisa membantu
tq u/ infony.kpd yth pk agus,dit4 saya ada bbrp anak pindahan yg indisipliner saya sbg guru BK merasa bingung mengatasiny, mnrt saya mengatasi dengan bimbingan individual yg mengedepankan penyadaran anak shg anak bs berubah mjd disiplin,tp ada guru berpendapat dg cara itu kurang tegas, guru yg bersangkutan masih mengedepankan sanksi/hukuman.bgmn mnrt pendapat bapak????
Saran saya lanjutkan pendekatan anda sbg orang yg dipercaya menjadi guru BK, soal hukuman percayalah itu cuma berguna jangka pendek saja karena tdk bernuansa mencari penyadaran
terimakasih pak. sangat membuka pandangan saya
Thanks Dita, terima kasih sudah mampir
Salam kenal pak,
Yang sering terjadi problem dalam penerapan disiplin pada siswa itu adalah soal ketepatan dosis “konsekwensi” (istilah di tulisan blog ini). Misal si Joni melanggar peraturan A, maka dosis apa yang tepat.Apakah konsekwensi XYZ atau ABC dsb. Di sinilah mulai timbul dilema. Artinya, menyesuaikan bentuk pelanggaran dengan tindakan itulah yang sering menjadi kendala.
Trims sharingnya sangat bermanfaat.
permasalahan dosis ini yang memang perlu mendapat perhatian. Sekolah perlu punya standar dalam mengendalikan perilaku siswa. Misalnya dengan menempelkan peraturan sekolah mengenai perilaku di tiap kelas.
Berikut adalah contohnya
Peraturan sekolah Dasar Ar Rahman (misalnya)
Jika siswa melakuka sesuatu hal diluar kesepakatan di kelas maka guru akan melakukan;
1. Peringatan pertama
2. Peringatan kedua
3. Peringatan ketiga (guru berbicara dengan siswa yang berperilaku kurang baik di luar kelas)
4. murid belajar di ruang kepala sekolah
5. orang tua siswa dipanggil
ke 5 hal diatas berlaku sesuai dosis pelanggaran yang dilakukan siswa> misalnya jika siswa memukul teman (digolongkan dalam pelanggaran berat) maka orang tua siswa akan langsung dipanggil
Dengan demikian dosis punya dua versi, dosis penerapan konsekuensi dari guru dan dosis pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
Dosis dari guru lah yang mesti diatur, karena jika tidak berpotensi kekerasan pada anak didik
Terima kasih Pak. Jadi kesimpulan saya, pihak sekolah harus definitif mengenai apa dosis yang tepat untuk kemudian menjadi perhatian bagi siswa. Benar begitu?
Oya, bagaimana pandangan bapak dengan “poin kepatuhan”? Selama ini kan kebanyakan sekolah melihat dari sisi pelanggarannya saja dalam hal aturan sehingga siswa cenderung “ditindih”. Setahu saya belum ada yang melihat dari sisi kepatuhannya. Adakah sistem yang sesuai seandainya sekolah menerapkan pola poin kepatuhan ini? Pendeknya, reward and punishment-nya imbang. Ada pandangan tidak pak Agus di diskusi ini?
usul yang bagus mengenai poin kepatuhan
layak dicoba, hanya saja perlu ada sistem yang kuat supaya siswa yang mendapatkan tetap terjaga motivasi internalnya
karena motivasi internal jauh lebih penting dari segalanya
Inspiratif…
Thanks Pak
Bagaimana dengan Sekolah dengan menerapkan pola pendidikan semi militer.
Sekolah dgn pndekatan semi militer mestinya sadar betul dalam penerapannya di lapangan. Sekolah mesti lakukan pengawasan dgn ketat pada pelaksana di lapangan karena jika tidak sekolah akan mengalami kejadian penerapan disiplin fisik yg berujung pada kejadian yg tdk diinginkan. Memang ada banyak sisi positif dalam penerapan disiplin semi militer utamanya dlm hal sikap dan tanggung jawab. Sekali lagi semua mesti dgn perencanaan pembinaan dan kontrol trhadap pelaksanaannya di lapangan
Reblogged this on Just Ritma and commented:
Well…
salamun alaikum. artikel singkat yang cukup menginspirasi. saya harap ada contoh peraturan-peraturan yang lebih detail agar kami bisa lebih mudah menerapkannya. jazakumulloh
http://712educators.about.com/od/classroomhelpers/a/tardy.htm
silahkan artikel diatas dicoba ya pak
Ijin share pak. sukses selalu Aamiin.
Thanks pak Agus, senang bisa silaturahmi
akan coba di praktekkan ya agar mengetahui hasilnya.. salam kreatif..
thank you
ass. pa agus, seandainya pa agus bisa ke tempat kami di Bima NTB khususnya di sekolah kami, kami sangat senang sekali..
Yes bu Lenny mohon doanya supaya saya bisa berkunjung ya
Reblogged this on Firmanbiologi's Blog.